BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur merupakan
terputusnya kontinyuitas dari tulang, lempeng epifisis, atau tulang rawan
sendi.
Fraktur atau patah
tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri tahun ini
banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian
korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang
banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak
tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada
seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk
menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan
orang yang terkilir.
Fraktur lebih sering
terjadi pada orang laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan
pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan
adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.
Terdapat berbagai macam jenis fraktur. Untuk lebih
sistematisnya, dapat dibagi berdasarkan:
- Lokasi
Fraktur dapat terjadi di di berbagai tempat pada tulang seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
- Luas
Terbagi menjadi fraktur lengkap dan tidak lengkap. Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak. - Konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal (mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin). Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif.
- Hubungan antar bagian yang
fraktur Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced)
atau terpisah jauh (displaced).
- Hubungan antara fraktur dengan
jaringan sekita. Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika
terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup
(jika tidak terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).
- Komplikasi
Fraktur dapat terjadi dengan disertai komplikasi, seperti gangguan saraf, otot, sendi, dll atau tanpa komplikasi
B. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
- Untuk
mengetahui dan memahami mengenai pengertian Fraktur.
- Untuk
mengetahui dan memahami tanda dan gejala Fraktur.
- Untuk
mengetahuai dan memahami macam-macam / pengelompokan Fraktur
- Untuk
memahami dan mengaplikasikan dalam lungkup keperawatan mengenai Asuhan
Keperwatan Fraktur
BAB II PEMBAHASAN
FRAKTUR
A.
DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun
tulang patah, jaringan disekitarnya akan terpengaruh, mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,
kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami
cedara akibat gaya
yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
B.
ANATOMI
DAN FISIOLOGI
a.
Struktur
Tulang
Tulang sangat
bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya
struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana
terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang
dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang
disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga
disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang
disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem
terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar
dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara
lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap
sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat
sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang
masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut
nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan
tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat
Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang
membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu
bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis
dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses
fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari
tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel
pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah
osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel
penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang
tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut
matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat,
mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam
difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh
darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan
fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang
antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et
al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
b.
Tulang
Panjang
Adalah tulang yang
panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban
berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiri atas epifisis,
tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang)
merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang
rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan,
karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian
utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis
merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis.
Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan.
Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat
dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993).
c.
Tulang
Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu
kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.
1)
Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2)
Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3)
Ujung Bawah
Berbentuk
lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang
lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk
gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat
kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah
humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn
C, 1997)
d.
Fungsi
Tulang
1)
Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2)
Tempat mlekatnya otot.
3)
Melindungi organ penting.
4)
Tempat pembuatan sel darah.
5)
Tempat penyimpanan garam
mineral.(Ignatavicius, Donna D, 1993)
C.
ETIOLOGI
Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long,
1996 : 367) adalah :
a.
Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b.
Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit
kanker,osteophorosis)
c.
Patah karena letih
d.
Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan
terlalu jauh.
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat
dibagi menjadi yaitu :
a.
Cedera traumatic, cedera traumatik pada
tulang dapat disebabkan oleh :
1)
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulangsehingga tulang
pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2)
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3)
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b.
Fraktur Patologik, Dalam hal ini
kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1)
Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
2)
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
3)
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang keluar dari ekstra vaskuler dan
terjadilah syok hipovolemik, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah atau
hipotensi syokhipovolemik juga dapt menyebabkan cardiac output menurun dan terjadilah
hipoksia. Karena hipoksia inilah respon tubuh akan membentuk metabolisme anaerob
adalah asam laktat, maka bila terjadi metabolisme anaerob maka asam laktat
dalam tubuh akan meningkat.
WOC Fraktur
D.
PATOFISIOLOGI
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut,
jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk
fibrin(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan
sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh
darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak
ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
totaldan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth,
2002 : 2287).
Pengobatan
dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif
meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan
gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi
internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi
internal.(Mansjoer, 2000 : 348).
Pada
pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang
patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien
yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari
imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan
oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang
perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346). Pada reduksi
terbuka dan fiksasi interna fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan pen,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri yang hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).
E.
KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut :
1)
Fraktur tertutup ( fraktur
simple ),
Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap utuh disekitar fraktur
tidak menonjol keluar dari kulit.
2)
Fraktur terbuka (
fraktur kompleks ). Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka tersebut
menghubungkan bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka biasanya potensial untuk
terjadinya infeksi, luka terbuka ini dibagi menurut gradenya.
Grade I : luka bersih,
kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih
luas disertai luka memar pada kulit dan otot.
Grade III : paling parah
dengan perluasan kerusakan jaringan lunak terjadi pula kerusakan pada pembuluh
darah dan syaraf.
3)
Fraktur komplet. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran ( bergeser dari posisi normal ). Pada fraktur ini
garis fraktur menonjol atau melingkari tulang periosteum terganggu sepenuhnya.
4)
Fraktur inkomplet. Fraktur tidak komplet,
patahnya hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Garis fraktur
memanjang ditengah tulang, pada keadaan ini tulang tidak terganggu sepenuhnya.
Fraktur juga digolongkan
sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang
( fraktur bergeser/tidak bergeser ) :
1.
Greenstick → Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah
sedang sisi lainnya membengkok.
2.
Tranversal → Fraktur yang sepanjang garis tengah tulang.
3.
Oblik → Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang ( lebih
tidak stabil disbanding tranversal ).
4.
Spiral → Fraktur memuntir
seputar batang tulang.
5.
Kominutif → Fraktur dengan tulang pecah memjadi beberapa fragmen.
6.
Depresi → Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (
sering terjadi pada tengkorak dan tulang wajah ).
7.
Kompresi → Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (
terjadi pada tulang belakang ).
8.
Patologik → Fraktur yang terjadi pada daerah tulang
berpenyakit ( kista tulang, metastasis tulang, tumor ).
9.
Avulsi → Tertariknya
fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya.
10. Epifiseal → Fraktur melalui epifisis.
11. Impaksi → Fraktur dimana fragmen tulang terdorong kef
ragmen tulang lainnya.
F.
TANDA DAN GEJALA
1.
Nyeri tekan : karena adanya kerusakan syaraf dan pembuluh darah.
2.
Bengkak dikarenakan tidak lancarnya aliran darah ke jaringan.
3.
Krepitus yaitu rasa gemetar ketika ujung tulang bergeser.
4.
Deformitas yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek
karena kuatnya tarikan otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang.
5.
Gerakan abnormal, disebabkan karena bagian gerakan menjadi tidak
normal disebabkan tidak tetapnya tulang karena fraktur.
6.
Fungsiolaesa/paralysis karena rusaknya syaraf serta pembuluh darah.
7.
Memar karena perdarahan subkutan.
8.
Spasme otot pada daerah luka atau fraktur terjadi kontraksi pada otot-otot
involunter.
9.
Gangguan sensasi (mati rasa) dapat terjadi karena kerusakan syaraf
atau tertekan oleh cedera, perdarahan atau fragmen tulang.
10. Echumosis dari
Perdarahan Subculaneous
11. Nyeri mungkin disebabkan
oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di
daerah yang berdekatan.
12. Shock hipovolemik hasil
dari hilangnya darah
G.
KOMPLIKASI FRAKTUR
1.
Shock. Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan
perdarahan ini dapat hebat sekali sehingga shock terjadi, misalnya pada fraktur
pelvis dan femur.
2.
Infeksi. Paling serng menyertai fraktur terbuka, tetapi kini sudah
jarang dijumpai.
Pencegahan :
·
Penggangkatan semua jaringan mati dengan segera serta hati – hati
sekali dan juga benda asing dari luka, yang diikuti oleh penjahitan luka
tersebut.
·
Peberian antibiotic dan antitetanus.
3.
Nekrosis Avaksuler, Fraktur dapat mengganggu aliran darah ke salah
satu fragmen sehingga fragmen tersebut kemudian mati.
4.
Cedera vaskuler dan saraf. Kedua organ ini dapat cedera akibat
ujung patahan tulang yang tajam. Kerusakan yang diakibatkan dapat menimbulkan
iskemia akstremitas dan gangguan saraf.
5.
Malunion. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek
dapat menyebabkan malunion. Sebab lainnya adalah infeksi dan jaringan lunak
yang terjepit diantara fragmen tulang. Akhirnya ujung patahan dapat saling
teradaptasi dan membentuk ‘ sendi palsu’ dengan sedikit gerakan.
6.
Borok akibat tekanan. Akibat gips atau bidai yang memberikan
tekanan setempat terjadi nekrosis pada jaringan superficial.
H.
PENATALAKSANAAN
a.
Medis
1)
Traksi.
Secara
umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstreminasi
klien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan
segarisdengan sumbu tarikan tulang yang patah. Kegunaan traksi adalah antara
lain mengurangi patah tulang, mempertahankan fragmen tulang pada posisi yang
sebenarnya selama penyembuhan, memobilisasikan tubuh bagian jaringan
lunak,memperbaiki deformitas.
Jenis
traksi ada dua macam yaitu : Traksi
kulit, biasanya menggunakan plester perekat sepanjang ekstremitas yang kemudian
dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan
biasanya menggunakan katrol dan beban. Traksi
skelet, biasanya dengan menggunakan pinSteinman/kawat kirshner yang
lebih halus, biasanya disebut kawat k yang ditusukan pada tulang kemudian pin
tersebut ditarik dengan tali, katrol dan beban.
2)
Reduksi.
Reduksi
merupakan proses manipulasi pada tulang yang fraktur untuk memperbaiki
kesejajaran dan mengurangi penekanan serta merenggangkan saraf dan pembuluh
darah.
Jenis
reduksi ada dua macam, yaitu : Reduksi tertutup, merupakan metode untuk
mensejajarkan fraktur atau meluruskan fraktur, dan Reduksi terbuka, pada
reduksi ini insisi dilakukan dan fraktur diluruskan selama pembedahan dibawah pengawasan
langsung. Pada saat pembedahan, berbagai alat fiksasi internal digunakan pada
tulang yang fraktur.
b.
Fisiotherapi.
Dapat
dilakukan oleh therapist, perawat atau mesin CPM (continous pasive motion).
Untuk meningkatkan kekuatan otot.
c.
Proses Penyembuhan
Tulang
1)
Fase formasi hematon (sampai hari ke-5).
Pada
fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan pada kanalis havers dan jaringan
lunak, pada 24 jam pertamaakan membentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke
area fraktur sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat, kemudian akan
membentuk hematoma sampai berkembang menjadi jaringan granulasi.
2)
Fase proliferasi (hari ke-12)
Akibat
dari hematoma pada respon inflamasi fibioflast dan kapiler-kapiler baru tumbuh
membentuk jaringan granulasi dan osteoblast berproliferasi membentuk
fibrokartilago,kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa, akan selanjutnya
terbentuk fiber-fiber kartilago dan matriks tulang yang menghubungkan dua sisi
fragmen tulang yang rusak sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat.
3)
Fase formasi kalius (6-10 hari, setelah cidera)
Pada
fase ini akan membentuk pra prakulius dimana jumlah prakalius nakan membesar
tetapi masih bersifat lemah, prakulius akan mencapai ukuran maksimal pada hari
ke-14 sampai dengan hari ke-21 setelah cidera.
4)
Fase formasi kalius (sampai dengan minggu ke-12)
Pada
fase ini prakalius mengalami pemadatan (ossificasi)sehingga terbentuk
kalius-kalius eksterna, interna dan intermedialis selain itu osteoblast terus
diproduksi untuk pembentukan kalius ossificasi ini berlangsung selama
2-3minggu. Pada minggu ke-3 sampai ke-10 kalius akan menutupi tulang.
5)
Fase konsolidasi (6-8 Bulan) dan remoding (6-12 bulan)
Pengkokohan
atau persatuan tulang proporsional tulang ini akan menjalani transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalius tulang
akan mengalami remodering dimana osteoblast akan membentuk tulang baru,
sementara osteoklast akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya
akan terbentuk tulang yang menyeruapai keadaan tulang yang aslinya.
I.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri,
hilangnya sungsideformitas, pemendekan ekstremitas
krepitus, pembekakan lokal dan perubahan warna.
1)
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai frogmen tulang
diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai
menyebabkan defromitas (terlihatmaupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui
dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3)
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.
4)
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunakyang lebih berat).
5)
Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda inibisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.( Brunner dan Suddarth, 2001 :
2358 )
J.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Foto Rontgen
·
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
·
Mengetahui tempat dan type fraktur
·
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodic
2.
Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3.
Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4.
Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
5.
Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
K.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian
adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Keluhan
Utama
Pada
umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
Riwayat
Penyakit Sekarang
Pengumpulan
data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Riwayat
Penyakit Dahulu
Pada
pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di
kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Riwayat
Penyakit Keluarga
Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Riwayat
Psikososial
Merupakan
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Pengkajian pasien
Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat
masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis
vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas
ego
Gejala : perasaan
cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya
hidup.
Tanda : tidak dapat
istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan
/ cairan
Gejala : insufisiensi
pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan /
periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi,
kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala :
alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi
immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi
obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi
transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan
/ Pembelajaran
Gejala : pengguanaan
antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi,
antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan
diri pasca operasi).
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah
pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas,
dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
3.
Intervensi dan Implementasi
Intervensi adalah penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20) Implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada
pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau
hilang.
Kriteria Hasil :
-
Nyeri
berkurang atau hilang
-
Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a) Lakukan pendekatan pada klien dan
keluarga. Rasional/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi
nyeri. Rasional/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c) Jelaskan pada klien penyebab dari
nyeri. Rasional/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang
nyeri.
d) Observasi tanda-tanda vital. Rasional/
untuk mengetahui perkembangan klien
e) Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian analgesic.
Rasional/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
Rasional/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas,
dan gangguan pola tidur.
Intoleransi
aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai
energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau
aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup
energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
-
perilaku
menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
-
pasien
mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
-
Koordinasi
otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang
cukup. Rasional/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi
terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara
bertahap. Rasional/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas
secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi
dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
Rasional/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji
respons pasien. Rasional/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari
tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Kerusakan
integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara
tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka
pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
-
tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
-
uka
bersih tidak lembab dan tidak kotor.
-
Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada
tahap perkembangan luka.
Rasional/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
Rasional/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau,
serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Rasional/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh. Rasional/
suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik
aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. Rasional/
tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasional/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
Rasional/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan
sesuai kebutuhan. Rasional/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi. Rasional / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Hambatan
mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan
tingkat mobilitas optimal.
Kriteria
hasil :
-
penampilan
yang seimbang..
-
melakukan
pergerakkan dan perpindahan.
-
mempertahankan
mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang
lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan
kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan
intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien
dalam melakukan aktivitas. Rasional/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal
penggunaan alat bantu. Rasional/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif dan pasif. Rasional/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
atau okupasi. Rasional/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan
dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Risiko
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi /
terkontrol.
Kriteria hasil :
-
tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
-
luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor.
-
Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital. Rasional/
mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptik. Rasional/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur
inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. Rasional/ untuk mengurangi
risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi
kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. Rasional/
penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik. Rasional/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan
pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
-
melakukan
prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
-
memulai
perubahan gaya
hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
Rasional/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. Rasional/ dengan mengetahui
penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan
mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan diet makanan nya.
Rasional/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Rasional/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan. Rasional/ mengetahui seberapa jauh
pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4.
EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses
keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan
dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi
yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1.
Nyeri
dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2.
Pasien
memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3.
Mencapai
penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4.
Pasien
akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5.
Infeksi
tidak terjadi / terkontrol
6.
Pasien
mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Fraktur adalah pemisahan atau robekan pada
kontinuitastulang yang terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang
dan tulang tidak mampu untuk menahannya.
Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long,
1996 : 367) adalah :
a.
Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b.
Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit
kanker,osteophorosis)
c.
Patah karena letih
d.
Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan
terlalu jauh.
Pemeriksaan Fraktur
a)
Foto Rontgen
·
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
·
Mengetahui tempat dan type fraktur
·
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodic
b)
Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c)
Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d) Hitung darah lengkap HT
mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun ( perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP
adalah respon stres normal setelah trauma.
e)
Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
- Kritik
dan Saran
Makalah
ini sangatlah jauh dari kata sempurna,untuk itu demi perbaikan makalah ini
untuk dimasa yang akan datang, penulis mengharapkan kritikan serta saran dari
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar